TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko meminta publik tak melulu mendesak Presiden Joko Widodo atau Jokowi soal penyelesaian kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Moeldoko meminta masyarakat mengarahkan telunjuknya ke Kepolisian RI dalam penyelesaian kasus tersebut.
Menurut Moeldoko, alasan Jokowi belum membentuk tim gabungan pencari fakta (TGPF) kasus Novel Baswedan adalah ingin memberi keleluasaan kepada kepolisian dalam bekerja. Presiden, kata dia, ingin pemerintah tidak banyak mengintervensi dalam konteks penegakan hukum.
Baca juga: Usman Hamid: Kasus Novel Baswedan Kerikil dalam Sepatu Jokowi
"Jadi, kalau masalah enggak puas, pressure saja ke kepolisian, kenapa kepolisian tidak bisa segera menyelesaikan. Jangan semua arahnya kepada Presiden," ucap Moeldoko dalam acara coffee morning bersama wartawan di Gedung Bina Graha, Jakarta, Jumat, 27 April 2018.
Moeldoko meminta Presiden Jokowi diberi kesempatan untuk memikirkan hal-hal yang lebih strategis dan besar. Bila pemerintah mengintervensi, hal ini bisa membuat penegak hukum tidak bekerja maksimal.
Meski Presiden tak kunjung membentuk TGPF kasus Novel Baswedan atau memberi tenggat waktu kepada kepolisian untuk menyelesaikan kasus ini, Moeldoko membantah bahwa isu ini tidak menjadi prioritas Jokowi. "Justru Presiden memberikan prioritas kepada pihak yang mempunyai otoritas untuk bekerja lebih optimal," tuturnya.
Baca juga: Novel Baswedan dan Cerita Soal Jenderal
Penyidik KPK, Novel Baswedan, disiram air keras di wajahnya seusai salat subuh di masjid dekat rumahnya, April tahun lalu. Saat itu, Novel tengah menyelidiki kasus korupsi proyek pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP). Namun, hingga kini, polisi tak kunjung menemukan pelakunya.
Sejumlah kalangan mendesak agar Presiden Jokowi membentuk TGPF kasus Novel Baswedan untuk mempercepat pengungkapan kasus ini. Namun Jokowi mengisyaratkan untuk menunggu kepolisian menyerah, baru mengeluarkan tindakan berikutnya.